Pasal 6
Pengusaha dengan segala daya
upayanya harus mengusahakan
agar jangan terjadi pemutusan
hubungan kerja dengan melakukan
pembinaan terhadap pekerja yang
bersangkutan atau dengan
memperbaiki kondisi perusahaan
dengan melakukan langkah-langkah
efisiensi untuk penyelamatan
perusahaan.
Pasal 7
(1) Pembinaan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 6 dapat
dilakukan oleh pengusaha dengan
cara memberikan peringatan kepada
pekerja baik lisan maupun tertulis
sebelum melakukan pemutusan
hubungan kerja .
(2) Surat peringatan tertulis
sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) dapat berupa surat peringatan
tertulis pertama, kedua dan ketiga,
kecuali dalam hal pekerja melakukan
kesalahan-kesalahan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 8 dan pasal
18 ayat (1).
(3) Masa berlaku masing-masing
surat peringatan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) selama 6
(enam) bulan, kecuali ditentukan lain
dalam Perjanjian Kerja atau
Peraturan Perusahaan atau
Kesepakatan Kerja Bersama
(4) Keabsahan surat peringatan
sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) didasarkan pada ketentuan yang
berlaku dalam Perjanjian Kerja atau
Peraturan Perusahaan atau
Kesepakatan Kerja Bersama.
Pasal 8
(1) Penyimpangan dari ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam pasal
7 ayat (2) pengusaha dapat
memberikan langsung surat
peringatan tingkat terakhir kepada
pekerja apabila :
a. Setelaj 3 (tiga) kali berturut-turut
pekerja tetap menolak untuk
mentaati perintah atau penugasan
yang layak sebagaimana tercantum
dalam Perjanjian Kerja atau
Peraturan Perusahaan atau
Kesepakatan Kerja Bersama.
b. Dengan sengaja atau karena lalai
mengakibatkan dirinya dalam
keadaan tidak dapat melakukan
pekerjaan yang diberikan
kepadanya.
c. Tidak cakap melakukan pekerjaan
walaupun sudah dicoba dibidang
tugas yang ada.
d. Melanggar ketentuan yang telah
ditetapkan dalam Perjanjian Kerja
atau Peraturan Perusahaan atau
Kesepakatan Kerja Bersama yang
dapat dikenakan peringatan terakhir.
Pasal 9
Setelah mendapatkan surat
peringatan terakhir pekerja masih
tetap melakukan pelanggaran lagi,
maka pengusaha dapat mengajukan
ijin pemutusan hubungan kerja
kepada Panitia Daerah untuk
pemutusan hubungan kerja
perorangan atau Panitia Pusat untuk
pemutusan hubungan kerja massal.
Pasal 10
(1) Dalam hal pemutusan hubungan
kerja tidak dapat dihindarkan maka
pengusaha dan pekerja itu sendiri
atau Serikat Pekerja yang terdaftar di
Departemen Tenaga Kerja apabila
pekerja tersebut menjadi
anggotanya, wajib
memusyawarahkan secara Bipartit
untuk mencapai kesepakatan
penyelesaian mengenai pemutusan
hubungan kerja tersebut.
(2) Serikat Pekerja sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dalam
merundingkan penyelesaian
pemutusan hubungan kerja
terhadap pekerja yang bukan
anggotanya harus mendapat kuasa
secara tertulis dari pekerja yang
bersangkutan.
(3) Setiap perundingan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), dilakukan
sebanyak-banyaknya 3 (tiga) kali
dalam jangka waktu paling lama 30
(tiga puluh) hari takwim dan setiap
perundingan dibuat risalah yang
ditandatangani para pihak.
(4) Risalah perundingan
sebagaimana dimaksud dalam ayat
(3) memuat antara lain:
1. Nama dan alamat pekerja.
2. Nama dan alamat Serikat Pekerja
atau organisasi pekerja lainnya yang
terdaftar pada Departemen Tenaga
Kerja.
3. Nama dan alamat Pengurus atau
yang mewakili.
4. Tanggal dan tempat perundingan.
5. Pokok masalah atau alasan
pemutusan hubungan kerja.
6. Pendirian para pihak.
7. Kesimpulan perundingan.
8. Tanggal dan tanda tangan pihak-
pihak yang melakukan perundingan.
(5) Dalam hal perundingan
sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) mencapai kesepakatan
penyelesaian, maka dibuat
Persetujuan Bersama secara tertulis
yang ditanda tangani oleh para pihak
dan disampaikan kepada pihak yang
berkepentingan.
(6) Persetujuan Bersama
sebagaimana dimaksud dalam ayat
(5) disertai oleh bukti-bukti yang ada
harus disampaikan oleh pengusaha
kepada Panitia Daerah untuk
permohonan ijin pemutusan
hubungan kerja massal melalui
Departemen Tenaga Kerja.
(7) Dalam hal perundingan
mencapai persetujuan Bersama
sebagaimana dimaksud dalam ayat
(5) Panitia Daerah atau Panitia Pusat
pada dasarnya memberikan ijin
sesuai dengan hasil kesepakatan
tersebut kecuali Persetujuan
Bersama tersebut terbukti tidak sah.
(8) Dalam hal perundingan
sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) tidak mencapai kesepakatan
penyelesaian, maka sebelum
pengusaha mengajukan
permohonan ijin kepada Panitia
Daerah untuk pemutusan hubungan
kerja perorangan atau kepada Panitia
Pusat untuk pemutusan hubungan
kerja massal, kedua belah pihak atau
salah satu pihak mengajukan
permintaan untuk diperantarai oleh
Pegawai Perantara sesuai dengan
tingkat kewenangannya.
(9) Risalah hasil perundingan baik
yang telah mencapai Persetujuan
Bersama sebagaimana dimaksud
dalam ayat (5) maupun tidak harus
dilampirkan pada setiap
permohonan ijin pemutusan
hubungan kerja.
Pasal 11
(1) Pegawai perantara harus
menerima setiap permintaan
perantaraan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 10 ayat (8) dan dalam
waktu yang selambat-lambatnya 7
(tujuh) hari sejak diterimanya
permohonan perantara harus sudah
mengadakan perantaraan menurut
peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
(2) Dalam hal Pegawai Perantara
memerima pemerantaraan
sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) dan ternyata belum ada
perundingan oleh kedua belah pihak,
maka Pegawai Perantara harus
mengupayakan untuk mengadakan
perundingan terlebih dahulu.
(3) Pegawai Perantara dalam
melaksanakan perantaraan
penyelesaian pemutusan hubungan
kerja harus mengupayakan
penyelesaian melalui perundingan
secara musyawarah untuk mufakat.
Pasal 12
(1) Dalam hal pemerantaraan
sebagaimana dimaksud dalam pasal
11 ayat (2) tidak tercapai kesepakatan
penyelesaian Pegawai Perantara
harus membuat anjuran secara
tertulis yang memuat usul
penyelesaian dengan menyebutkan
dasar pertimbangannya dan
menyampaikan kepada para pihak
serta mengupayakan tanggapan
para pihak dalam waktu selambat-
lambatnya 7 (tujuh) hari sejak
diterimanya anjuran tersebut.
(2) Dalam hal salah satu pihak atau
kedua belah pihak tidak memberikan
tanggapan dalam waktu 7 (tujuh)
hari sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) maka dianggap menolak
anjuran.
(3) Dalam hal salah satu pihak
menolak anjuran sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dan (2)
maka Pegawai Perantara harus
membuat laporan perantaraan
secara lengkap sehingga
memberikan ikhtisar yang jelas
mengenai penyelesaian pemutusan
hubungan kerja.
(4) Dalam hal pemerantaraan
sebagaimana dimaksud dalam pasal
11 ayat (2) tercapai kesepakatan
penyelesaian maka dibuat
Persetujuan Bersama secara tertulis
yang ditanda tangani oleh para pihak
dan diketahui oleh Pegawai
Perantara.
(5) Dalam hal pelaksanaan
pemerantaraan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 11 ayat (2)
terdapat tuntutan yang bersifat
normatif antara lain upah lembur
dan tunjangan kecelakaan maka
Pegawai Perantara meminta
bantuan kepada Pegawai Pengawas
Ketenagakerjaan Kantor Departemen
Tenaga Kerja setempat untuk
memetapkan dan menghitung hak
pekerja tersebut.
(6) Dalam hal pemerantaraan
mencapai kesepakatan penyelesaian
atau tidak. Pegawai Perantara harus
menyampaikan berkas penyelesaian
perantaraan kepada Panitia Daerah
untuk pemutusan hubungan kerja
perorangan atau kepada Panitia
Pusat untuk pemutusah hubungan
kerja massal disertai data-data
secara lengkap dengan tembusan
kepada Kantor Wilayah Departemen
Tenaga Kerja setempat.
Pasal 13
Penyelesaian di tingkat
pemerantaraan harus sudah selesai
dalam waktu selambat-lambatnya
30 (tiga puluh) hari sejak
diterimanya permintaan
pemerantaraan.
Koneksi internet bisa kita manfaatkan untuk mencari beberapa hal,baik segi positif dan negatif.. Banyak hal yang dapat kita peroleh dari koneksi internet ini,salah satunya ilmu pengetahuan.Dengan semakin pesatnya kemajuan zaman,komputer dan internet sudah bisa di jangkau oleh hampir seluruh masyarakat Indonesia..maka dari itu kita manfaatkan kesempatan ini untuk menggali ilmu pengetahuan dari dunia maya..."MARI BELAJAR DI DUNIA MAYA"
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar